6.2.09

MENGENAL DIRI

Prestasi, pencapaian yang diraih maupun potensi yang dimiliki seseorang seringkali melahirkan satu sikap dan perilaku yang berlebihan terhadap wujud dan eksistensi diri. Paling tidak ada rasa bangga yang timbul, besar hati atau yang lebih tepat percaya diri. Sebenarnya jika sikap-sikap yang dikemukakan tadi hanya sampai kepada tataran tersebut –percaya diri—tentu masih sangat wajar dan tidak mendesak untuk dikhawatirkan.


Namun jika sudah mengarah kepada atau setidaknya termuati oleh sikap “merasa paling” atau ujub (I’jab bi al-nafs), maka harus segera diwaspadai. Hal itu merupakan indikasi awal lemahnya kecerdasan spiritual, emosional bahkan intelektual. Ada sebuah ungkapan hikmah yang mendukung pernyataan di atas yaitu I’jabu al-Rajuli bi Nafsihi ‘unwanu dhu’fi ‘aqlihi (seseorang yang membanggakan dirinya pertanda lemah akal budinya).
Secara spiritual orang tersebut berarti lupa bahwa kemampuan (potensi) yang ia miliki bukanlah karena dirinya dan bukan atas rekayasa dirinya. Ia lupa bahwa ia tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan apapun tanpa intervensi dari Sang Maha Kuasa. Secara emosional, ia tidak memiliki empati pada seseorang, apalagi simpati. Oarang lain dianggap rendah dan selalu dilihat sebelah mata.Orang lain selalu diposisikan di bawah sedang dirinya selalu merasa di atas.
Secara intelektual, ia tidak mampu melihat dengan cerdas bahwa keberhasilan dapat diraih oleh siapapun. Ia tidak mampu berpikir jernih bahwa setiap orang berpotensi meraih berbagai prestasi. Bahkan, jangankan orang yang normal secara fisik, yang punya cacat tubuhpun dapat menggapai prestasi (pencapaian dan keberhasilan). Sebut saja Syeikh Abdullah bin Baz, seorang ulama besar Arab Saudi yang tuna netra namun sangat disegani dari sisi keilmuannya.
Sikap over confidence (terlalu percaya diri) semacam ini tentunya akan melemahkan kamampuan berpikir objektif. Dalam konteks dinamika hidup yang semakin kompetitif sikap mental ini sangat tidak kondusif bagi pembentukan kepribadian yang produktif dan kompetitif. Ketika seseorang merasa cukup dengan apa yang diraih dan enggan untuk terus menggali dan belajar serta berkarya, maka sesungguhnya ia sudah mulai menapaki gerbang ketertinggalan.
Sedangkan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, sikap over confidence sangat berpotensi membentuk pribadi yang sulit bekerja sama disebabkan oleh perasaan “lebih”, sehingga sulit untuk bisa percaya dengan orang lain. Padahal dalam kerja kolektif, kepercayaan atau trust kepada partner kerja menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan timwork yang harmonis dan solid dalam suasana yang kondusif.
Untuk menghindari sikap mental yang demikian, seseorang harus mengenal diri.Dalam upaya tersebut, setiap individu harus berani untuk melakukan self critique (kritik diri) dan self control(control diri, sehingga mampu bersikap wajar dalam berbagai situasi dan kondisi.Tidak menyombongkan diri (adigang,adigung,adiguna) dengan potensi yang dimiliki dan prestasi yang dicapai.
Juga tidak memaksa diri berlagak seperti orang hebat atau diidolakan, ikut-ikutan dengan tren dengan gaya yang sedang “in” yang sebenarnya tidak bermuatan moral, etika dan estetika. Tren dan gaya yang berorientai pada keuntungan (profit oriented) materi, hedonistic dan pemenuhan keinginan-keinginan sesaat yang hanya didominasi nafsu dan syahwat.
Jika itu yang terjadi, maka yang akan bermunculan adalah individu-individu yang tidak mengenal diri, lupa diri dan akhirnya tidak tahu diri.Generasi yang hanya berpikir dan berorientasi pada “what to be”, dan melupakan dinamika lebih penting “what to do”.Jika seseorang sudah terpuruk dalam situasi dan kondisi yang demikian berarti ia sudah berada dipinggir tebing kehancuran dan jurang kebinasaan.
Filsafat hidup “what to do” ini harus ditanamkan kepada setiap anggota masyarakat. Tanpa harus berharap What to be atau what to get setiap orang harus berlomba untuk berkarya bagi kemaslahatan umat dan khalayak ramai.Jika seseorang sudah mampu untuk mewujudkan semangat untuk bermanfaat bagi orang lain, niscaya bangsa ini akan maju secara massif dan simultan. Hal ini sesuai dengan ucapan dan pesan KH.Imam Zarkasyi, pendiri Pondok Modern Gontor “Berjasalah tapi jangan minta jasa”.
Fenomena perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia dewasa ini, tampaknya lebih tepat bila dilihat dari dimensi ini. Para remaja desa yang sopan dan lugu kemudian bersikap kasar dan arogan atau putri-putri Indonesia yang tidak berani untuk menampilkan jati dirinya sebagai orang Indonesia (keindonesiaannya) justru malah memilih gaya Eropa atau Amerika yang itu semua dikarenakan mereka tidak mampu mengenali diri mereka sebenarnya.Padahal ketika seseorang mengenal dirinya sendiri (kemampuan,potensi dsb.) maka seseorang dapat mengendalikan emosi dan ambisinya, serta mengarahkan hasrat dan keinginannya pada hal-hal yang lebih positif dan berguna.
Generasi muda sekarang telah menjadi korban dari budaya individualism, konsumtivisme dan hedonis
. Sehingga terpuruk pada disorientasi hidup. Memahami dunia hanya untuk dunia.Hal ini akibat dari tidak mengenal diri dan tujuan penciptaannya sehingga kehilangan arah hidup. Sungguh menarik untuk diresapi pesan bijak seuntai bait mahfudzat berikut ini “Halaka umruun lam ya’rif qadrahu, hancurlah orang yang tidka mengenal diri.

13.11.08

REFLEKSI

Banyak di antara kita yang mengukur ‘Idul Fitri identik dengan pakaian baru. Padahal kegembiraan yang hakiki dalam merayakan Idul Fitri adalah kegembiraan karena kembali kepada fitrah (kesucian diri). Bersih dan suci seperti bayi lantaran dibersihkan dan disucikan dengan pelaksanaan ibadah ramadlan berserta rangkaiannya. Hakikat ‘Idul Fitri terletak di dalam jiwa yang baru.




Ditengah krisis ekonomi dunia (global) kita dikejutkan dengan berita perkawinan yang dilakukan seorang Syekh Piji dengan Luthfiana Ulfa di Semaarang Jawa Tengah. Pernikahan itupun sontak mengundang pro dan kontra. Betapa tidak Syeikh Puji yang berumur sentengah baya lebih menikahi anak 12 tahun. Entah apa yang melatarbelakangi dan yang terbersit didalam hatinya, syeikh yag dikenal sebagai pengusaha kaya itu berdalih bahwa perkawinannya mengikuti sunnah rasul, yang menikahi Aisyah yang konon masih berumur 9 tahun.

MENYOAL PERKAWINAN DINI
Oleh : Drs. M.Saleh.MA

Ditengah krisis ekonomi dunia (global) kita dikejutkan dengan berita perkawinan yang dilakukan seorang Syekh Piji dengan Luthfiana Ulfa di Semaarang Jawa Tengah. Pernikahan itupun sontak mengundang pro dan kontra. Betapa tidak Syeikh Puji yang berumur sentengah baya lebih menikahi anak 12 tahun. Entah apa yang melatarbelakangi dan yang terbersit didalam hatinya, syeikh yag dikenal sebagai pengusaha kaya itu berdalih bahwa perkawinannya mengikuti sunnah rasul, yang menikahi Aisyah yang konon masih berumur 9 tahun.
Perkawinan Nabi dnegan Aisyah sering dijadikan sebagai hujjah bagi orang yang memusuhi Islam dengan tujuan ingin menggugat dan menjelekkan atau membuat stigma dan merusak citra Islam tau orang Islam sendiri yang mengambil advantage (keuntungan) yang hanya bersifat sesaat. Dalil yang digunakan adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah yang menyebutkan Nabi menikahi Aisyah ketika berukmur 9 tahun.
Padahal dalam kajian Ilmu Hadits, riwayat dimaksud ternyata kontradiktif dengan riwayat-riwayat lain sehingga sangat diragukan kesahihan. Imam Malik menolak secara tegas hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah mengingat usianya yang sudah sangat tuarentadan diragukan kecerdasan atau daya ingatnya meriwayatkan suatu hadits.
Jika diteliti banyak indikasi yang menyebutkan Aisyah berumur lebih dari 9 tahun ketika dinikahi Nabi.
Pertama : Menurut Imam Thabari semua anak Abu Bakar, termsuk Aisyah, dilahirkan masa jahiliyah atau sebelum Muhammad diutus menjadi Rasul. Ini artinya ketika Nabi hijrah ke Madinah, Aisyah sudah berumur 13-14 tahun. Ini mengindikasikan ketika Rasulullah menikahi Aisyah setahun setelah Hijrah, umur Aisyah diperkirakan 14-15 tahun.
Kedua, menurut riwayat Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) setelah Khadijah meninggal seorang perempuan bernama Kahulah datang dan meminta Nabi menikah lagi. Lalu beliau bertanya siapa calon yang diajukannya. Kahulahpun berkata : “Anak bisa menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang janda (tsayyib).” Ketika Nabi bertanya identitas gadis tersebut, Khaulah menyebut nama Aisyah. Dalam bahasa Arab bikr tidak digunakan untuk gadis belia atau dibawah umur (jariyah), tapi disematkan kepada gadis yang belum pernah menikah (perawan) yang rasyidah ( bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan).
Ketiga, menurut sebgaian besar ahli sejarah, termasuk Ibnu Hajar Al-Asqalani, Abdurrahman bin Abi Zannad, dan Ibnu Katsir, selisih umur Asma- anak perempuan tertua Abu Bakar- dengan Aisyah adlah 10 tahun. Menurut Ibnu Katsir dlam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah (1933), Asma meninggal dunia pada 73 H dalam usia 100 tahun. Dengan demikian pada awal Hijra Nabi ke Madinah usia Asma sekitar 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622 M). Dari indikasi ini, usia Aisyah ketiak menikah dengan Nabi sekitar 17-18 tahun.
Ke empat, riwayat lain yang menyebutkan, umur Aisyah berumur 5 tahun lebih tua dari Fatimah. Fatimah lahir ketika Nabi berumur 35 tahun. Ini berarti Aisyah lahir ketika Nabi berumur 30 tahun. Nabi menikahi Aisyah setahun setelah hijrah (atau ketika Nabi berumur 53 tahun ). Ini mengindikasikan Aisyah berumur 23-24 tahun ketika menikah dengan beliau.
Selain riwayat-riwayat di atas, pernikahan antara Aisyah dan Nabi secra tradisi dan budaya bangsa kita jelas masih belum bisa menerima perkawinan Syeik Puji dengan Ulfa.
Dengan usia masih muda belia ketika menikah (12 tahun), Ulfa tergolong anak-anak yang secara psikologis sangat membutuhkan sarana bermain dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Selain itu hukum kita juga masih menempatkan Ulfa sebagai anak dibawah umur yang belum cakap hukum. Aapalagi undang-undang pendidikan kita yang mewajibkan belaja sampai dengan 12 tahun (SMA).
Meskipun perkawinan Syeik Puji dengan Ulfa mengantongi izin orang tua dan atas kesepakatan kedua pihak, itu tidaklah serta mengindikasikan sahnya perkawinan. Ia bisa makruh atau haram sekiranya perkawinan itu mengandung bahaya secara terselubung bagi salah satu pihak di mas mendatang atau memberikan dampak negatif bagi lingkungan masyarakat. Hal mengingat di dalam kaidah Hukum Islam “ kesepakatan atau persetujuan dalam hal-hal yang mengandung madarat adalah haram”.
Dari sini dapat diprediksi bahwa kalau perkawinan dini mengandung madarat bagi si pelaku, masyarakat, negara dan agama itu seperti terampasnya hak-hak anak, kekerasan, perdagangan anak, kejahatan phedofilia dan penyimpangan doktrin agama. Lebih dari itu, institusi perkawinan merupakan lembaga yang sakral dan suci dimana antara laki-laki dan perempuan terikat dalam mitsaqon ghalidzan (ikatan yang sangat kuat) untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmat.
Hal ini tidak akan terwujud apabila salah satu pasangannya secara fisik, psikis dan intelektualnya belum cukup mampu untuk dibebani tanggung jawab itu. Jika tetap dipaksakan dalam sebuah masyarakat yang terjadi sebaliknya pernikahan bukan lagi mendatangkan rahmat melainkan mendatangkan musibah.
Persoalan usia menikah memang persoalan fiqh. Namun fikh sangat terikat dengan kondisi sosial budaya suatu masyarakat di mana fikh itu diberlakukan. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, maka fikih yang dimaksud adalah undang-undang sepanjang hal itu telah diatur atau dikukuhkan oleh negara. Di sini fikih yang telah dikukuhkan oleh negara tersebut meniadakan keberlakuan fikih-fikih lain sekaligus bersifat mengikat bagi smeua warga negara.
Karenanya, setiap perbutan yang didasarkan pada fikih-fikih tertentu yang berbanding terbalik dengan ketentuan undang-undang negara, maka dalam perspektif Syari’at Islam hal itu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum negara. Dalam hal ini perkawinan dibawah umur yang dlakukan oelh Syekh Puji terhadap Ulfa melanggar ketentuan Undan-Undang Perkawinan yang mewajibkan batas minimal usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan. Selain itu, ia juga dapat dikategorikan melanggar UU Perlindungan Anak, UU Ketenaga Kerjaan dan KUHP. Terhadap perkawinan seperti itu dalam fikih Islam atau undang-undang perkawinan dapat dilakukan pembatalan perkawinan dan pelakunya dapat kenakan hukuman pidana.
Negara (penguasa) punya peran penting keligus kewajiban menempatkan dan mengarahkan perkawinan sebagai institusi sosial yang melindungi sekaligus mengangkat harkat dan martabat perempuan. Peran politik hukum penguasa sangat penting bagi terbangunnya institusi perkawinan yang dapat mendukung tatanan masyarakat yang sehat, relegius dan demokratis tetntunya dengan memperhatikan kepentingan, kebutuhan dan hak-hak kaum perempuan dan masyarkat Indonesia.
Dari sinilah negara haris bertindak tegas terhadap upaya-upaya yang melemahkan institusi perkawinan. Negara harus dapat mewujudkan perangkat hukum yang dapat melindungi perempuan dari tindak kekerasan, ekploitasi, penyimpangan dan kesewenang-wenangan, sekaligus memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelakunya.

Untuk dapat memperoleh keberkahan dan hikmah ramadlan hendaknya kita memperhatikan 16 agenda berikut sebagi upaya untuk lebih baik dalam menjalankan ibadah puasa.
1.Memulai niat dengan ikhlas
2.Selalu shalat lima waktu berjama’ah di masjid/mushalla.
3.Menuntaskan kewajiban zakat, banyak melakukan infak dan shadaqah.
4.Membaca al-Qur’an minimal 1 hari sebanyak 1 juz serta mempelajari isi/kandungannya (tadabbur).
5.Meningkatkan pemahaman agama dengan membaca buku-buku agama dan mendiskusikannya.
6.Meningkatkan disiplin dan muroqobatullah (perasaan bahwa Allah mengawasi kita).
7.Menghidupkan malam dengan shalat tarawih dan qiyamullail.
8.Menjauhkan diri dari sebab-sebabi yang dapat mendekatkan diri pada kemaksiatan, seperti pergaulan, bacaan dan tontotan yang bebas dan fulgar.
9.Memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang melakukan puasa, terutama bagi mereka yang kesulitan seperti fakir miskin atau musafir.
10.Berzdikir dalam setiap kesempatan (duduk, berdiri, berbaring).
11.Membuat skala prioritas segala aktifitas yang dapat mendekatkan diri pada Allah.
12.Memperbanyak aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan amal yang bersifat sosial bagi orang-orang yang lemah, fakir miskin, anak yatim, kegiatan dakwah, dsb.
13.Mengokohkan silaturrahi dengan mengangendakan secara khusus kunjungan ke tetangga/relasi, berbagi makanan dengan tetangga atau kegiatan ibadah (berbuka) bersama.
14.Mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka.
15.Berusaha untuk salingmenjaga hati, menjaga pandangan dan bagi wanita berpakaian lebih tertutup minimal selama bulan ramadlan.
16.Beri’tikaf (berdiam diri dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dan menyempurnakan amal ibadah kita) terutama pada sepuluh hari/malam terakhir.


12.11.08

Shalat Jum'at

Allah mensyari'atkan bagi umat islam beberapa perkumpulan untuk menguatkan hubungan dan menjalin keakraban di atara mereka, ada pertemuan desa, yaitu shalat lima waktu, ada pertemuan kota, yaitu shalat jum'at dan dua hari raya, dan ada pertemuan internasional, di waktu haji di mekah, inilah pertemuan umat islam, pertemuan kecil, sedang, dan besar.
Keutamaan hari Jum'at:
Dari Abu Hurairah ra bahwasanya nabi saw bersabda: ( sebaik-baik hari dimana matahari terbit adalah hari jum'at, di hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu dimasukkan ke surga, dan pada hari itu dikeluarkan darinya, dan tidak terjadi hari kiamat kecuali pada hari juma't) (HR. Muslim)
Hukum shalat jum'at: Shalat juma'at dua rakaat, dan wajib atas semua umat islam yang laki-laki, baligh, berakal, merdeka, bermukim di suatu tempat yang dicakup dengan satu nama, dan tidak wajib shalat jum'at atas wanita, orang sakit, anak kecil, orang musafir, hamba sahaya, apabila di antara mereka ada yang ikut shalat jum'at, maka boleh, dan orang musafir apabila singgah di suatu tempat dan ia mendengar adzan, maka ia wajib shalat jum'at.
Waktu shalat jum'at: Waktu shalat jum'at yang paling utama adalah: setelah tergelincirnya matahari hingga akhir waktu shalat dzuhur, dan boleh dilakukan sebelum tergelincir matahari.
Yang lebih baik antara adzan pertama untuk shalat jum'at dan adzan kedua ada tenggang waktu yang cukup bagi umat islam terutama yang jauh, orang yang tidur dan lalai untuk bersiap-siap untuk shalat dengan melaksanakan adab-adabnya, dan sunnah-sunnahnya.
Shalat juma't wajib dilaksanakan pada waktunya, dan dihadiri oleh jamaah tidak kurang dari dua orang atau tiga dari penduduk suatu daerah, dan didahului oleh dua khutbah yang isinya mengandung pujian kepada Allah, dzikir, syukur, menganjurkan melakukan ketaatan kepada Allah dan rasulnya saw, serta wasiat agar bertakwa kepada Allah swt.
Shalat jum'at menggantikan shalat dhuhur, maka siapa yang telah shalah jum'at maka ia tidak boleh shalat dhuhur setelahnya, dan wajib memelihara shalat jum'at, siapa yang meninggalkannya sebanyak tiga kali karena meremehkannya maka Allah akan menutup hatinya.

Keutamaan mandi dan segera pergi untuk shalat jum'at:

1- dari Abu Hurairah ra bahwasanya rasulullah saw bersabda: «siapa yang mandi pada hari jum'at, mandi junub, kemudian pergi maka seakan-akan ia berkurban unta, dan barangsiapa yang pergi pada jam kedua maka seakan-akan ia berkurban seekor sapi, dan siapa yang pergi pada jam ketiga, maka seakan-akan ia berkurban seekor kambing bertanduk, dan siapa yang pergi pada jam keempat maka seakan-akan ia berkurban seekor ayam, dan siapa yang pergi pada jam kelima, maka seakan-akan ia berkurban telur, dan apabila imam telah keluar maka malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah.» (Muttafaq alaih)([2]).

2- Dari Aus bin Aus as-Tsaqafi ra berkata: aku mendengar rasulullah saw bersabda: «barangsiapa yang memandikan pada hari jum'at dan mandi, kemudian pergi pagi-pagi, dan berjalan kaki tidak naik kendaraan, dan dekat kepada imam, mendengarkan dan tidak lalai, maka dalam setiap langkah ia mendapat pahala beramal satu tahun, pahala puasa dan qiyamullail» (HR. Abu Daud, dan Ibnu Majah)([3]).

* seorang muslim bisa tahu kelima jam dengan membagi waktu antara terbitnya matahari hingga datangnya imam menjadi lima bagian, dengan demikian diketahui lama setiap jam.
* Waktu yang dianjurkan pergi untuk shalat jum'at mulai sejak terbitnya matahari, demikian pula mandi, adapun waktu wajib pergi untuk shalat jum'at adalah pada adzan kedua sewaktu imam masuk masjid.
* Orang yang wajib shalat jum'at tidak boleh melakukan perjalanan pada hari itu setelah adzan kedua kecuali darurat, seperti takut ketinggalan rombongan, atau kendaraan seperti mobil, kapal, atau pesawat terbang.

Allah SWT berfirman:

( Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.) (QS. Al-Jumu'ah: 9).

* Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat bersama imam pada shalat jum'at, maka ia harus menambah satu rakaat untuk menyempurnakan shalat jum'at, dan jika mendapatkan kurang dari satu rakaat, maka ia niat shalat dhuhur dan shalat empat rakaat.
* Makmum disunnahkan pergi pagi-pagi untuk shalat jum'at, dua hari raya, dan shalat istisqa', adapun imam, maka pada shalat jum'at, dan istisqa' pada waktu khutbah, dan pada shalat hari raya ia datang ketika tiba waktu shalat.
* Imam disunnahkan berkhutbah pendek tanpa teks, dan jika ia berkhutbah membawa teks maka dipegang di tangan kanannya, dan boleh baginya bersandar pada tongkat, atau burus, atau dinding mimbar dengan tangan kirnya kalau perlu.
* Bagi yang bisa bahasa arab disunnah khutbah jum'at dengan bahasa arab, jika diterjemahkan untuk jamaah karena mereka tidak mengerti bahasa arab, itu lebih baik, dan kalau tidak bisa, maka berkhutbah dengan bahasa mereka, adapun shalat, maka tidak sah kecuali dengan bahasa arab.
* Apabila orang musafir melewati suatu kota yang di dalamnya didirikan shalat jum'at, dan ia mendengar adzan, lalu ia berniat ingin istirahat di kota tersebut, maka ia wajib shalat jum'at, dan jika ia menjadi imam dan khatib bagi mereka, maka shalatnya dan shalat mereka sah.

Sifat Khatib:

* Dari Jabir bin Abdillah t berkata: apabila rasulullah khutbah, mata beliau memerah, suaranya keras, amarahnya tinggi, sehingga seakan-akan beliau adalah panglima perang, beliau berkata: semoga Allah memberkati pagi dan soremu. (HR. Muslim)([4]).
* Disunnahkan imam khutbah di atas mimbar yang bertangga tiga, apabila masuk masjid, ia naik mimbar lalu menghadap kepada jamaah dan mengucapkan salam kepada mereka, kemudian duduk hingga mu'adzzin adzan, kemudian khutbah yang pertama sambil berdiri bertolak kepada tongkat atau busur jika perlu, kemudian duduk, kemudian khutbah yang kedua juga berdiri.

Sifat Khutbah:

* Suatu kali membuka khutbah dengan khutbah hajah, dan di waktu lain membuka khutbah dengan lainnya, adapun teks khutbah hajah:

إن الحمد لله نحمده ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد ان لا إله الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله

Lalu mengatakanAmma ba'du

فإن خير الحديث كتاب الله، وخير الهدى هدى محمد، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار. رواه أبو داود والنسائي وابن ماجه.

Tema Khutbah:

Khutbah-khutbah nabi r dan para sahabatnya mengandung penjelasan tentang tauhid dan keimanan, menyebutkan sifat-sifat Allah U, dasar-dasar keimanan, menyebutkan nikmat-nikmat Allah I yang menjadikan makhluknya cinta kepadanya, dan hari-harinya yang membuat mereka taku kepada adzabnya, perintah berdzikir dan bersyukur kepadanya, mencela dunia, menyebut kematian, surga, neraka, mendorong orang taat kepada Allah dan rasulnya, dan melarang mereka berbuat maksiat dsb.

Maka khatib menyebutkan tentang keagungan Allah, nama-namanya, sifat-sifatnya, nikmat-nikmatnya yang membuat makhluknya cinta kepadanya, menyuruh taat kepada Allah, bersyukur kepadanya, mengintatnya, yang membuat mereka mencintai Allah, sehingga mereka setelah shalat jum'at, mereka cinta kepada Allah dan Allah mencintai mereka, hati mereka dipenuhi keimanan dan takut kepada Allah, dan hati dan anggota badan mereka tergerak untuk berdzikir, taat, dan beribadah kepada Allah.

* disunnahkan imam memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat sesuai dengan hadits.

Dari Jabir bin Samurah RA berkata: aku shalat bersama Rasulullah SAW, maka shalat beliau sedang, dan khutbahnya sedang. (HR. Muslim)([5]).

* Disunnahkan bagi khatib membaca ayat al-Qur'an dalam khutbahnya, dan sekali-kali berkhutbah dengan surat (Qaaf).
* Dianjurkan bagi orang-orang mukmin menghadap kepada imam dengan wajah mereka apabila imam telah berada di atas mimbar untuk khutbah, karena hal itu akan lebih konsentrasi, khatib lebih semangat, dan jauh dari tidur.

Sifat Sunnah Jum'at:

* Setelah shalat jum'at disunnahkan shalat dua rakaat di rumahnya, dan terkadang shalat empat rakaat dengan dua kali salam, adapun jika ia shalat di masjid, maka shalat empat rakaat dengan dua salam, dan tidak ada shalat qabliyah sebelum shalat jum'at.
* Berbicara di waktu khatib sedang berkhutbah merusak pahala dan berdosa, maka tidak boleh berbicara ketika khatib sedang khutbah kecuali imam, dan orang yang diajak bicara oleh imam untuk suatu maslahat, menjawab salam, dan menjawab orang yang bersin. Boleh berbicara sebelum khutbah dan setelahnya jika ada keperluan, dan haram melangkahi pudak orang pada hari jum'at ketika imam sedang khutbah, dan makruh ihtiba' pada hari jum'at ketika imam sedang khutbah.
* Apabila syarat-syaratnya cukup maka mendirikan shalat jum'at di suatu kota tidak disyaratkan mendapat izin pemimpin, maka shalat jum'at didirikah baik pemimpin mengizinkan atau tidak, adapun mendirikan beberapa shalat jum'at di suatu kota, maka tidak boleh kecuali ada keperluan dan darurat setelah mendapat izin pemerintah, dan shalat jum'at didirikan di kota-kota dan desa, sedang di luar kampong tidak wajib.
* Siapa yang masuk masjid ketika imam sedang khutbah maka ia tidak duduk hingga shalat dua rakaat singkat, dan siapa yang mengantuk di dalam masjid, maka sunnah berpindah dari tempatnya.
* Mandi pada hari jum'at sunnah mu'akkadah, dan siapa yang badannya bau yang mengganggu malaikat dan manusia, maka ia wajib mandi, berdasarkansabda rasulullah SAW: mandi pada hari jum'at wajib atas setiap orang yang sudah baligh. (Muttafaq alaih)([6]).
* Setelah mandi pada hari jum'at disunnahkan membersihkan diri, memakai parfum, dan memakai pakaian yang terbagus, lalu segera pergi ke masjid di waktu pagi, mendekat kepada imam, dan shalat sedapat mungkin, memperbanyak doa, dan membaca al-Qur'an.
* Yang berkhutbah adalah imam, dan boleh satu orang khutbah, dan orang lain menjadi imam sahalat jum'at kalau ada udzur.
* Pada malam jum'at dan siangnya disunnahkan membaca surat al-Kahfi, dan barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari jum'at, maka memancar cahaya darinya antara dua jum'at.
* Pada malam dan siang hari jum'at disunnahkan bagi setiap muslim memperbanyak shalawat kepada nabi SAW.

Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali. (HR. Muslim)([7]).

* Disunnahkan bagi imam pada rakaat pertama shalat subuh hari jum'at membaca surat as-Sajdah, dan pada rakaat kedua membaca surat al-Insan.
* Tidak disunnahkan bagi imam maupun makmum mengangkat tangan ketika berdoa pada waktu khutbah, kecuali apabila imam minta hujan, maka imam dan makmum mengangkat tangannya, adapun mengucapkan amin atas doa dengan suara pelan, maka itu disyari'atkan.
* Disunnahkan bagi imam berdoa dalam khutbahnya, yang lebih utama mendoakan islam dan umat islam, agar mereka mendapat penjagaan, pertolongan, dan kedekatan di antara hati mereka, dsb, pada waktu berdoa, imam memberi isyarat dengan jari telunjuknya, dan tidak mengangkat kedua tangannya.

Waktu dikabulkannya doa:

* Waktu dikabulkannya doa diharapkan pada saat terakhir di siang hari jum'at setelah asar, pada waktu itu disunnahkan banyak berdzikir dan berdoa, dan doa pada waktu ini sangat mungkin dikabulkan, waktunya hanya sebentar. Dari Abu Hurairah t bahwasanya rasulullah r berbicara tentang hari jum'at, beliau berkata: pada hari jum'at ada satu saat tidak bertepatan seorang muslim sedang berdiri shalat memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah memberi permintaannya.» beliau memberi isyarat dengan tangannya menandakan waktunya hanya sebentar. (Muttafaq alaih).
* Siapa yang ketinggalan shalat jum'at maka ia mengqadha'nya dengan shalat dhuhur empat rakaat, jika ia ada halangan maka ia tidak berdosa, dan jika tidak ada halangan, ia berdosa; karena ia mengabaikan shalat jum'at.

Dari Abi al-Ja'ad t berkata: rasulullah r bersabda: «siapa yang meninggalkan tiga kali shalat jum'at karena mengabaikannya, maka Allah menutup hatinya» (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)([8]).

* Apabila hari raya jatuh pada hari jum'at, maka yang telah shalat ied tidak wajib shalat jum'at, dan mereka shalat dhuhur, kecuali imam, maka ia tetap wajib, demikian pula yang tidak shalat ied, dan jika orang yang telah shalat ied shalat jum'at, maka tidak wajib lagi shalat dhuhur.
* Shalat yang paling utama di sisi Allah I adalah shalat subuh berjamaah pada hari jum'at.


([1]) Shahih Muslim no (854)

([2]) Shahih Bukhari no (881), Shahih Muslim no (850).

([3]) Sunan Abu Daud no (345), Sunan Ibnu Majah no (1087)

([4]) Shahih Muslim no (867)

([5]) Shahih Muslim no (866)

([6]) Shahih Bukhari no (858), Shahih Muslim no (846)

([7]) Shahih Muslim no (408)

([8]) Sunan Abi Daud no (1052), Tirmidzi no (414).

11.11.08

SEBUAH REFLEKSI

الله أكبر ×9 الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا.الحمدلله الذي أنزل العيد ضيافة للأنام وجعله من شعائرالإسلام أشهدأن لاإله إلالله وأشهدأن محمدا عبده ورسوله.أللهم صل علي سيدنا محمدوعلي أله وصحبه.أمابعد. فيا عبادالله إتقواالله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون.

Jama’ah I’edul Fitri yang dimuliakan Allah.

Ketika matahari akhir Ramadlan terbenam di kaki langit bagian Barat dan malam 1 Syawwalpun datang merayapi bumi, berubahlah segenap perasaan kita, yang tadinya duka berganti suka, sedih lenyap menjelma kegembiraan.


Selama Ramadlan, satu bulan penuh kita telah melakukan suatu perjuangan yang berat, lebih berat dari perjuangan mengangkat senjata melawan musuh yang nyata dan konkrit, lebih berat dari mengorbankan sebagian harta yang kita miliki, itulah perjuangan besar (Al Jihaad Al Akbar) yaitu mengendalikan hawa nafsu, mengahadapi musuh yang tidak tampak oleh kasat mata namun justru berada dalam diri kita, menyatu dalam diri kita.

Setelah sebulan penuh berpuasa, melatih diri dan membina taqwa serta mengharap ridla Allah SWT, kita kibarkan panji dan bendera kemenangan melalui alunan takbir dan tahmid (Allahu Akbar 3x Walillah Al-Hamdu).Namun begitu, kita harus jujur dan akui bahwa masih banyak di antara sauadara-saudara kita ummat Islam yang hanya memilki kulit luar dari perayaan ‘Idul Fitri ini.

Banyak di antara kita yang mengukur ‘Idul Fitri identik dengan pakaian baru. Padahal kegembiraan yang hakiki dalam merayakan Idul Fitri adalah kegembiraan karena kembali kepada fitrah (kesucian diri). Bersih dan suci seperti bayi lantaran dibersihkan dan disucikan dengan pelaksanaan ibadah ramadlan berserta rangkaiannya. Hakikat ‘Idul Fitri terletak di dalam jiwa yang baru.

Jama’ah I’edul Fitri yang dimuliakan Allah.

Ketika pelaksanaan ibadah puasa Ramadlan hampir usai dan memasuki malam 1 Syawwal, maka ada satu ibadah wajib ‘ain/fardlu ‘ain yaitu menunaikan zakat fitrah. Kita memahami salah satu fungsi ibadah puasa ialah melatih kepekaan sosial yang pada gilirannya akan melahirkan kesetiakawanan sosial. Dengan ikut merasakan lapar dan dahaga kita mengerti bagaimana penderitaan orang-orang miskin. Pengalaman inilah yang akan mengetuk pintu hati kita untuk hidup tidak hanya memikirkan diri sendiri. Kesadaran itu kita wujudkan dalam bentuk amal nyata dengan membantu orang yang membutuhkan pertolongan di antaranya dengan menunaikan zakat fitrah.

Diawali dari tadi malam takbir telah dikumandangkan. Dalam kesempatan yang berharga ini, mari kita pahami untaian-untaian kalimat takbir yang selalu kita baca dalam setiap perayaan Idul Fitri yang berbunyi :

لاإله إلاالله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كـــره الكافرون.

Yang artinya : Tiada Tuhan yang berhak untuk disembah selain kepada-Nya. Dan janganlah menyembah selain kepada-Nya dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya.

Yang baru dibacakan tadi merupakan sebuah pengakuan yang tulus bahwa Allah Maha Besar tidak ada Tuhan selain Dia dan Maha Suci Allah dari segala kekurangan. Kalimat takbir di atas juga mensiratkan makna bahwa ibadah yang kita kerjakan semata-mata mengharap ridla Allah. meminjam istilah seorang sufi : Rabi’atul Adawiyah yang mengatakan bahwa ibadah tidak kerjakan karena mengharapkan surganya Allah dan tidak karena takut kepada neraka. Itu merupakan representasi tingkat keikhlasan yang tinggi yang dianjurkan oleh seorang Rabi’atul Adawiyah. Seseorang yang beribadah karena mengharap surga ….barangkali kalau surganya tidak ada maka bubar juga ibadahnya. Begitupun seseorang yang beribadah karena takut siksa api neraka …mungkin kalau tidak ada berita tentang neraka tak kan pernah tergerak hatinya untuk menyembah Allah SWT.

Tetapi apabila seseorang beribadah karena rasa cintanya kepada Allah, kapan dan dimanapun, ia akan konsisiten menyembah Allah SWT. Dikala ia miskin, ia menyembah Allah, demikian pula saat ia diberikan kelapangan rizqi oleh Allah SWT. Karena itu alangkah naifnya jika beribadah hanya di saat-saat kritis, miskin dan masih pegawai rendahan, rizqi lagi seret, pikiran lagi mampet, baru… kita perlu beribadah, namun setelah berganti menjadi lapang dan senang… ibadah kita angin lalukan saja. Barangkali seperti inilah orang yang disindir oleh Allah dalam firman-Nya dalam QS.Yunus :12:

وأذا مس الإنسان الضر دعانا لجنبه اوقاعدا قائما فلماكشفنا عنه ضره مر كأن لم يدعنا إلي ضر مسه...(يونس:12)

Artinya: Dan apabila kesusahan menimpa manusia, ia berdo’a memanggil Kami, sambil berbaring atau duduk berdiri, maka tatkala kami hilangkan (angkat) kesusahannya, ia berjalan (melenggak-lenggok) seolah-olah ia tidak pernah berdo’a (memenggil) Kami untuk menghilangkan kesusahan yang pernah menimpanya…(QS.Yunus:21)

Maka takbir dan tahmid yang kita lantunkan sesungguhnya mendidik dan sekaligus sebagai sebuah ikrar untuk mengikhlaskan menyembah Allah dalam segala keadaan. Meskipun orang-orang kafir dan musuh-musuh kita tidak akan berpangku tangan sampai kita bergeser dan beralih dari menyembah Allah, ke menyembah harta, jabatan, kedudukan bahkan berpindah ke agama mereka. Tapi kita sudah berikrar bahwa “sekali menyembah Allah kita tetap menyembah Allah.” “Sekali Islam maka selamanya kita Muslim”.

Jama’ah Idul Fitri Rahimakumullah.

Takbir berikutnya yang perlu kita fahami adalah :

لاإله إلاالله صدق وعده ونصر عبده .

Artinya : “Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-nya, telah tetap janji Allah dan telah menolong hamba-hamba-Nya.”

Ungkapan ini merupakan kesaksian bahwa Allah SWT Maha Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Ia tidak dapat diumpamakan dan Maha Suci Allah dari segala perumpamaan. Sebuah keyakinan bahwa Allah Maha Benar dengan janjinya, bahwa Allah SWT akan membahagiakan orang-orang yang beriman.

Allah SWT akan menolong dalam suka dan duka, dalam miskin dan kaya dan jika pertolongan Allah SWT datang tak seorangpun yang dapat mengancam keselamatan kita. Marilah kita lihat perjalanan Rasulullah. Sejak periode Makkah, kalau menurut taktik dan strategi perang militer …, Nabi Muhammad … mestinya sudah hancur. Sebab pada periode Makkah itu kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal, Abu Lahab dan Abu-Abu yang lainnya mengerahkan segala kemampuan dan daya upaya mereka untuk menghancurkan perjuangan Nabi. Teror mental, ancaman fisik, fitnah, cercaan dan makian dan terakhir mereka sepakat untuk membunuh Nabi, namun Allah berkehendak lain yang kemudian pada akhirnya Nabi melakukan Hijrah. Kalau menurut perhitungan otak manusia tentunya Nabi sudah terbunuh atau perjuangannya gagal. Jelaslah ada factor X dan factor X itu tidak lain adalah pertolongan Allah SWT.

Jama’ah Id yang dimuliakan Allah.

Bacaan takbir berikutnya adalah :

وأعــــز جنــده .

Artinya : “Dan Allah memuliakan tentara-Nya”.

Siapakah tentara-Nya ? tentara Allah ialah orang yang berjuang dan menegakkan serta mengamalkan ajaran agama dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Jika kita memakmurkan masjid bagi kejayaan syi’ar Islam dan umatnya maka kita adalah tentara Allah. Sekarang ini kita memang tidak dalam suasana perang. Tetapi perang yang kita hadapi ini adalah perang ideologi, perang keyakinan, perang urat syaraf, perang pengaruh, perang politik, perang budaya… musuh kita tidak tampak, namun pengaruhnya sangat kita rasakan. Anak-anak kita disuguhkan dengan berbagai informasi yang tidak semuanya bernilai positif dan memiliki nilai-nilai yang bermanfaat tapi justru akan menggoyahkan keyakinan yang mereka pegangi selama ini. Sekarang ini kita sebagai orang tua mungkin masih beriman, masih muslim tetapi generasi yang akan datang anak cucu kita di masa 10-20 tahun ke depan siapa yang tahu ?

Namun demikian kita yakin bahwa sejarah telah membuktikan bahwa Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan-Nya apabila kita ikhlas dan penuh kesungguhan dalam menegakkan ajaran Islam, bukan karena kehormatan harta, kedudukan dan sebagainya. Menjadi tentara Allah itu tidak harus memakai pakaian resmi, berlindung di bawah korps atau di bawah bendera tertentu. Kita dapat menggunakan berbagai ragam bendera apa saja tapi niat dan motivasi kita satu yaitu … berjuang membela dan menegakkan agama Allah.

Bacaan berikutnya :

وهزم الأحزاب وحده

Artinya : “Dan mengalahkan semua musuh /lawan-NYa sendirian.”

Umat Islam telah di ikat oleh satu aqidah yang sama. Tidak peduli apa warna kulitnya, darimana asalnya, apa bahasanya yang pasti bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Seorang muslim boleh jadi dibungkus dengan baju politisi, tentara, polisi, teknokrat, konglomerat, artis, birokrat dan sebagainya, tapi jiwa dan kepribadiannya tidak boleh luntur karena baju yang dipakainya.

Walaupun dibungkus dengan beragam baju dan jaket sosial tapi mampu menjalankan kebersamaan. Ia sanggup mengatakan : “Saya camat tapi saya beriman, saya jaksa tapi saya juga beriman, saya politisi saya tetap beriman, Saya Wali Kota tapi saya tetap beriman. Saya polisi tapi saya juga beriman”.

Jangan sampai kita terbalik mengatakan : “Iya,.. iman sih iman… tapi saya kan…. camat, Islam sih… Islam tapi saya kan… jaksa ?”, Apa artinya ini ? Ini berarti bahwa pangkat, jabatan/kedudukan di agung-agungkan sampai mengalahkan dan menyingkirkan keyakinan yang dianut. Rambu-rambu agama tidak lagi dijadikan sebagai pelita hidupnya. Agamanya hanya dijadikan sekadar pemantas saja dalam pergaulan. Na’udzu Billahi Min Dzalik.

Sekali lagi baju kita boleh berbeda, lambang dan bendera boleh beraneka warna, kaos dan jaket silahkan tidak seragam, tapi jangan lupa bahwa kita adalah orang beriman, mempunyai satu aqidah, punya satu Qur’an dan Hadits sebagai pedoman dan pegangan dalam menapaki kehidupan.

Jama’ah Idul Fitri yang berbahagia.

Pagi ini berada di sini, di tanah lapang ini untuk menunaikan shalat idul fitri. Untuk shalat idul fitri ini rasanya sudah tidak perlu diperintah dan dianjurkan lagi, karena memang orang yang tidak shalatpun akan berbondong-bondong untuk melaksanakannya. Baginya meskipun shalat shubuh tidak dilakukannya tapi shalat id sih… harus.Baiklah, kita berhara mudah-mudahan shalat ied ini bagi mereka merupakan pertanda awal untuk melaksanakan shalat wajib dan memulai lembaran baru dalam hidupnya untuk menjadi seorang muslim yang taat. Bapak, Ibu, saudara sekalian ! belum terlambat untuk bertobat dan mempebaiki diri dan dimulai dari Iedul Fitri ini.

Apabila shalat ini telah usai kita laksanakan, kitapun kembali ke rumah untuk bersilaturrahim dengan sanak kleuarga. Dengan ibadah puasa, kita membersihkan dosa kita kepada Allah SWT. Tinggal dosa kita yang Allah tidak akan mengampuni jika kita belum meminta maaf pada orang yang bersangkutan. Kita adalah makhluk sosial, makhluk yang bermasyarakat, dalam pergaulan kita sehari-hari entah besar atau kecil, entah sengaja atau tidak, kita pernah terperosok berbuat salah dan dosa. Maka pada saat iedul fitri inilah kita saling memaafkan. Disini letak kebahagiaan Idul Fitri yaitu kemenangan mengendalikan hawa nafsu dengan berpuasa dan membina keharmonisan pergaulan dengan maaf memaafkan. Karena itu jika iedul Fitri ini hanya pada pakaian baru…, rumah baru…, kendaraan baru, maka saya rasa itu kebahagiaan yang semu.

Ironis memang… menyaksikan sekian banyak orang yang merayakan iedul fitri dengan semua fasilitas hidup serba baru tetapi puasanya masih amburadul, tarawihnya tidak karuan, tadarrus alqur’an tidak pernah. Kebahagiaan macam apa yang dirayakan…? Mudah-mudahan khutbah ini dapat mengingatkan bahwa iedul fitri bermakna kembali kepada kesucian setelah jiwa dan raga serta harta kita, kita sucikan dengan puasa dan zakat.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu

Jama’ah ‘Ied yang berbahagia.

Tugas kita berikutnya adalah menjaga semangat Ramadlan dalam kehidupan sehari-hari di luar Ramadlan. Pelaksanaan ibadah puasa yang berhasil akan membentuk jiwa, semangat, gaya hidup sesudah Ramadlan. Satu bulan Ramadlan mewarnai dan menjiwai sebelas bulan lain. Karena itu jangan sampai terjadi begitu keluar dari bulan Ramadlan kita malah teriak “merdeka!”. Sebaiknya, selesainya Ramadlan bukan beraarti selesai pula segala-galanya. Pengendalian diri harus meresap ke dalam jiwa. Kemapuan mengendalikan diri yang dibina selama puasa Ramadlan harus kita pertahankan dalam kancah kehidupan sehari-hari.

Ketidak sanggupan merawat pengendalian diri akan melahirkan realitas di mana banyak “orang dapat memulai dengan baik tapi sedikit orang yang dapat mengakhiri dengan baik. Sikap sabar, ulet, tahan uji, toleran, tepo seliro harus tetap kita tumbuh suburkan dalam jiwa kita selepas Ramadlan ini.

Demikian khutbah ini disampaikan dan mohon maaf atas segala kekeliruan dan kesalahan. Khatib mengucapkan Minal ‘Aidiin Wal Faizin Fi KUlli ‘Amin Wa Antum Bikhairin.