Ditengah krisis ekonomi dunia (global) kita dikejutkan dengan berita perkawinan yang dilakukan seorang Syekh Piji dengan Luthfiana Ulfa di Semaarang Jawa Tengah. Pernikahan itupun sontak mengundang pro dan kontra. Betapa tidak Syeikh Puji yang berumur sentengah baya lebih menikahi anak 12 tahun. Entah apa yang melatarbelakangi dan yang terbersit didalam hatinya, syeikh yag dikenal sebagai pengusaha kaya itu berdalih bahwa perkawinannya mengikuti sunnah rasul, yang menikahi Aisyah yang konon masih berumur 9 tahun.

MENYOAL PERKAWINAN DINI
Oleh : Drs. M.Saleh.MA

Ditengah krisis ekonomi dunia (global) kita dikejutkan dengan berita perkawinan yang dilakukan seorang Syekh Piji dengan Luthfiana Ulfa di Semaarang Jawa Tengah. Pernikahan itupun sontak mengundang pro dan kontra. Betapa tidak Syeikh Puji yang berumur sentengah baya lebih menikahi anak 12 tahun. Entah apa yang melatarbelakangi dan yang terbersit didalam hatinya, syeikh yag dikenal sebagai pengusaha kaya itu berdalih bahwa perkawinannya mengikuti sunnah rasul, yang menikahi Aisyah yang konon masih berumur 9 tahun.
Perkawinan Nabi dnegan Aisyah sering dijadikan sebagai hujjah bagi orang yang memusuhi Islam dengan tujuan ingin menggugat dan menjelekkan atau membuat stigma dan merusak citra Islam tau orang Islam sendiri yang mengambil advantage (keuntungan) yang hanya bersifat sesaat. Dalil yang digunakan adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah yang menyebutkan Nabi menikahi Aisyah ketika berukmur 9 tahun.
Padahal dalam kajian Ilmu Hadits, riwayat dimaksud ternyata kontradiktif dengan riwayat-riwayat lain sehingga sangat diragukan kesahihan. Imam Malik menolak secara tegas hadits yang diriwayatkan oleh Hisyam bin Urwah mengingat usianya yang sudah sangat tuarentadan diragukan kecerdasan atau daya ingatnya meriwayatkan suatu hadits.
Jika diteliti banyak indikasi yang menyebutkan Aisyah berumur lebih dari 9 tahun ketika dinikahi Nabi.
Pertama : Menurut Imam Thabari semua anak Abu Bakar, termsuk Aisyah, dilahirkan masa jahiliyah atau sebelum Muhammad diutus menjadi Rasul. Ini artinya ketika Nabi hijrah ke Madinah, Aisyah sudah berumur 13-14 tahun. Ini mengindikasikan ketika Rasulullah menikahi Aisyah setahun setelah Hijrah, umur Aisyah diperkirakan 14-15 tahun.
Kedua, menurut riwayat Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali) setelah Khadijah meninggal seorang perempuan bernama Kahulah datang dan meminta Nabi menikah lagi. Lalu beliau bertanya siapa calon yang diajukannya. Kahulahpun berkata : “Anak bisa menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang janda (tsayyib).” Ketika Nabi bertanya identitas gadis tersebut, Khaulah menyebut nama Aisyah. Dalam bahasa Arab bikr tidak digunakan untuk gadis belia atau dibawah umur (jariyah), tapi disematkan kepada gadis yang belum pernah menikah (perawan) yang rasyidah ( bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan).
Ketiga, menurut sebgaian besar ahli sejarah, termasuk Ibnu Hajar Al-Asqalani, Abdurrahman bin Abi Zannad, dan Ibnu Katsir, selisih umur Asma- anak perempuan tertua Abu Bakar- dengan Aisyah adlah 10 tahun. Menurut Ibnu Katsir dlam kitabnya al-Bidayah wa al-Nihayah (1933), Asma meninggal dunia pada 73 H dalam usia 100 tahun. Dengan demikian pada awal Hijra Nabi ke Madinah usia Asma sekitar 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622 M). Dari indikasi ini, usia Aisyah ketiak menikah dengan Nabi sekitar 17-18 tahun.
Ke empat, riwayat lain yang menyebutkan, umur Aisyah berumur 5 tahun lebih tua dari Fatimah. Fatimah lahir ketika Nabi berumur 35 tahun. Ini berarti Aisyah lahir ketika Nabi berumur 30 tahun. Nabi menikahi Aisyah setahun setelah hijrah (atau ketika Nabi berumur 53 tahun ). Ini mengindikasikan Aisyah berumur 23-24 tahun ketika menikah dengan beliau.
Selain riwayat-riwayat di atas, pernikahan antara Aisyah dan Nabi secra tradisi dan budaya bangsa kita jelas masih belum bisa menerima perkawinan Syeik Puji dengan Ulfa.
Dengan usia masih muda belia ketika menikah (12 tahun), Ulfa tergolong anak-anak yang secara psikologis sangat membutuhkan sarana bermain dan bersosialisasi dengan teman sebayanya. Selain itu hukum kita juga masih menempatkan Ulfa sebagai anak dibawah umur yang belum cakap hukum. Aapalagi undang-undang pendidikan kita yang mewajibkan belaja sampai dengan 12 tahun (SMA).
Meskipun perkawinan Syeik Puji dengan Ulfa mengantongi izin orang tua dan atas kesepakatan kedua pihak, itu tidaklah serta mengindikasikan sahnya perkawinan. Ia bisa makruh atau haram sekiranya perkawinan itu mengandung bahaya secara terselubung bagi salah satu pihak di mas mendatang atau memberikan dampak negatif bagi lingkungan masyarakat. Hal mengingat di dalam kaidah Hukum Islam “ kesepakatan atau persetujuan dalam hal-hal yang mengandung madarat adalah haram”.
Dari sini dapat diprediksi bahwa kalau perkawinan dini mengandung madarat bagi si pelaku, masyarakat, negara dan agama itu seperti terampasnya hak-hak anak, kekerasan, perdagangan anak, kejahatan phedofilia dan penyimpangan doktrin agama. Lebih dari itu, institusi perkawinan merupakan lembaga yang sakral dan suci dimana antara laki-laki dan perempuan terikat dalam mitsaqon ghalidzan (ikatan yang sangat kuat) untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmat.
Hal ini tidak akan terwujud apabila salah satu pasangannya secara fisik, psikis dan intelektualnya belum cukup mampu untuk dibebani tanggung jawab itu. Jika tetap dipaksakan dalam sebuah masyarakat yang terjadi sebaliknya pernikahan bukan lagi mendatangkan rahmat melainkan mendatangkan musibah.
Persoalan usia menikah memang persoalan fiqh. Namun fikh sangat terikat dengan kondisi sosial budaya suatu masyarakat di mana fikh itu diberlakukan. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, maka fikih yang dimaksud adalah undang-undang sepanjang hal itu telah diatur atau dikukuhkan oleh negara. Di sini fikih yang telah dikukuhkan oleh negara tersebut meniadakan keberlakuan fikih-fikih lain sekaligus bersifat mengikat bagi smeua warga negara.
Karenanya, setiap perbutan yang didasarkan pada fikih-fikih tertentu yang berbanding terbalik dengan ketentuan undang-undang negara, maka dalam perspektif Syari’at Islam hal itu dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum negara. Dalam hal ini perkawinan dibawah umur yang dlakukan oelh Syekh Puji terhadap Ulfa melanggar ketentuan Undan-Undang Perkawinan yang mewajibkan batas minimal usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan. Selain itu, ia juga dapat dikategorikan melanggar UU Perlindungan Anak, UU Ketenaga Kerjaan dan KUHP. Terhadap perkawinan seperti itu dalam fikih Islam atau undang-undang perkawinan dapat dilakukan pembatalan perkawinan dan pelakunya dapat kenakan hukuman pidana.
Negara (penguasa) punya peran penting keligus kewajiban menempatkan dan mengarahkan perkawinan sebagai institusi sosial yang melindungi sekaligus mengangkat harkat dan martabat perempuan. Peran politik hukum penguasa sangat penting bagi terbangunnya institusi perkawinan yang dapat mendukung tatanan masyarakat yang sehat, relegius dan demokratis tetntunya dengan memperhatikan kepentingan, kebutuhan dan hak-hak kaum perempuan dan masyarkat Indonesia.
Dari sinilah negara haris bertindak tegas terhadap upaya-upaya yang melemahkan institusi perkawinan. Negara harus dapat mewujudkan perangkat hukum yang dapat melindungi perempuan dari tindak kekerasan, ekploitasi, penyimpangan dan kesewenang-wenangan, sekaligus memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelakunya.

0 komentar: